Jumat, 24 Januari 2014

PENCEGAHAN INFEKSI DAN INJURY PADA FRAKTUR


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Penyebab fraktur terbanyak adalah karena kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas ini, selain menyebabkan fraktur, menurut WHO, juga menyebabkan kematian 1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar korbannya adalah remaja atau dewasa muda.
Beberapa tulang, misalnya femur mempunyai kekuatan otot yang kuat sehingga reposisi tidak dapat dilakukan sekaligus. Untuk menghindari berbagai permasalahan diperlukan penanganan fraktur sedini mungkin. Umumnya penanganan fraktur dibagi 2 macam, yaitu; secara konservatif (penanganan tanpa pembedahan) dan operatif meliputi operasi ORIF dan OREF. maka dilakukan penatalaksanaan untuk mencegah infeksi dan injury pada oref (Open Reduction External Fixation) pada fraktur dengan cara Perawatan luka merupakan tindakan keperawatan yaitu berupa mengganti balutan dan membersihkan luka baik pada luka yang bersih maupun luka yang kotor untuk mencegah infeksi. Dan untuk mencegah injury dalam penatalaksanaan dilakukan dengan traksi dan latihan aktif.
1.2 Rumusan Masalah
1.   Apa yang dimaksud OREF?
2.   Apa yang dimaksud dengan Perawatan Luka pada OREF?
3.  Apa yang di maksud dengan Traksi pada OREF?
4.  Apa yang di maksud dengan latihan ROM aktif pada OREF?

1.3 Tujuan
1.    Untuk mengetahui pengertian OREF
2.    Untuk mengetahui tujuan tentang Perawatan Luka pada OREF
3.    Untuk mengetahui tujuan tentang Traksi pada OREF
4.    Untuk mengetahui tujuan tentang latihan ROM aktif pada OREF

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi OREF (Open Reduction External Fixation)
OREF adalah reduksi terbuka dengan fiksasi internal dimana prinsipnya tulang di transfiksasikan diatas dan di bawah fraktur, sekrup atau kawat di transfiksi di bagian proksimal dan distal kemudian dihubungkan satu sama lain dengan suatu batang lain.
OREF adalah Penanganan intraoperatif pada fraktur terbuka derajat III yaitu dengan cara reduksi terbuka diikuti fiksasi eksternal (open reduction and external fixation=OREF) sehingga diperoleh stabilisasi fraktur yang baik. Keuntungan fiksasi eksternal adalah memungkinkan stabilisasi fraktur sekaligus menilai jaringan lunak sekitar dalam masa penyembuhan fraktur. Penanganan pascaoperatif yaitu perawatan luka dan pemberian antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi, pemeriksaan radiologik serial, darah lengkap, serta rehabilitasi berupa latihan-latihan secara teratur dan bertahap sehingga ketiga tujuan utama penanganan fraktur bisa tercapai, yakni union (penyambungan tulang secara sempurna), sembuh secara anatomis (penampakan fisik organ anggota gerak; baik, proporsional), dan sembuh secara fungsional (tidak ada kekakuan dan hambatan lain dalam melakukan gerakan)
- Indikasi OREF
a. Fraktur terbuka grade II dan III
b. Fraktur terbuka yang disertai hilangnya jaringan atau patah tulang yang parah
c. Fraktur yang sangat kominutif (remuk) dan tidak stabil
d. Fraktr yang disertai dengan kerusakan pembuluh darah dan saraf
e. Fraktur pelvis yang tidak bisa diatasi dengan cara lain
f. Fraktur yang terinfeksi dimana fiksasi internal mungkin tidak cocok.
g. non union yang memerlukan kompresi dan perpanjangan
h. Kadang-kadang pada fraktur tungkai bawah diabetes melitus
- Keuntungan dan komplikasi Eksternal Fiksasi
Fiksator ini memberikan kenyamanan bagi pasien, mobilisasi awal dan latihan awal untuk sendi di sekitarnya sehingga komplikasi karena disuse dan imobilisasi dapat diminimalkan,
Sedangkan komplikasinya adalah :
a. infeksi di tempat pen
b. kekakuan pembuluh darah dan syaraf
c. kerusakan periostium yang parah sehingga terjadi delayed union atau non union.
d. emboli lemak
e. overdistraksi fragmen
- Hal-hal yang harus di perhatikan pada pemasangan eksternal fiksasi
a. Persiapan psikologis
penting sekali mempersiapkan pasien secara psikologis sebelum dipasang fiksator eksternal alat ini sangat mengerikan dan terlihat asing bagi pasien. Harus diyakinkan bahwa ketidaknyamanan karena alat ini sangat ringan dan bahwa mobilisasi awal dapat diantisipasi untuk menambah penerimaan alat ini, begitu juga keterlibatan pasien pada perawatan terhadap perawatan fiksator ini.
b. Pemantauan terhadap kulit darah dan pembuluh saraf
Setelah pemasangan fiksator eksternal, bagian tajam fiksator atau pin harus ditutupi untuk mencegah adanya cedera.
c. Pencegahan infeksi
            Perawatan pin untuk mencegah infeksi lubang pin harus dilakukan secara rutin, tidak boleh ada kerak pada tempat penusukan pin, fiksator harus dijaga kebersihannya.
d. Latihan isometrik
            Latihan isometrik dan aktif dianjurkan dalam batas kerusakan jaringan bisa menahan. Bila bengkak sudah hilang, pasien dapat dimobilisasi sampai batas cedera di tempat lain.

2.2 Penatalaksanaan pada OREF
1. Pencegahan Infeksi pada OREF
Merawat luka adalah untuk mencegah trauma pada kuit, membran mukosa atau jaringan lain yang disebabkan oleh adanya trauma , fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit.

Pengertian Luka
Menurut InETNA, Luka adalah sebuah injuri pada jaringan yang mengganggu proses selular normal, luka dapat juga dijabarkan dengan adanya kerusakan pada kuntinuitas atau kesatuan jaringan tubuh yang biasanya disertai dengan kehilangan substansi jaringan.
Menurut Mansjoer, Luka adalah keadaan hilang atau terputusnya kontinuitas jaringan.
R. Sjamsu Hidayat, Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan
Koiner dan Taylan, Luka adalah terganggunya (disruption) integritas normal dari kulit dan jaringan di bawahnya yang terjadi secara  tiba-tiba atau disengaja, tertutup atau terbuka, bersih atau terkontaminasi, superficial atau dalam.

Tujuan Melakukan Perawatan Luka
Tujuan untuk melakukan perawatan luka adalah :
1.      Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka.
2.      Absorbsi drainase.
3.      Menekan dan imobilisasi luka.
4.      Mencegah jaringan epitel baru dari cedera mekanis.
5.      Mencegah luka dari kontaminasi.
6.      Meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing.
7.      Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien.




Mekanisme Terjadinya Luka
1.      Luka insisi, terjadi karena teriris oleh instrument yang tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan.
2.      Luka memar, terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
3.      Luka lecet, terjadi akibat kulit bergesek dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4.      Luka tusuk, terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5.      Luka gores, terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat.
6.      Luka tembus, terjadi akibat luka yang menembus organ tubuh, biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi bagian ujung biasanya akan melebar.

Fase  Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka memiliki 3 fase yaitu fase inflamasi, proliferasi dan maturasi. Antara satu fase dengan fase yang lain merupakan suatu kesinambungan yang tidak dapat dipisahkan.
·         Fase Inflamasi
Tahap ini muncul segera setelah injuri dan dapat berlanjut sampai 5 hari. Inflamasi berfungsi untuk mengontrol perdarahan, mencegah invasi bakteri, menghilangkan debris dari jaringan yang luka dan mempersiapkan proses penyembuhan lanjutan.
·         Fase Proliferasi
Tahap ini berlangsung dari hari ke 6 sampai dengan 3 minggu. Fibroblast (sel jaringan penyambung) memiliki peran yang besar dalam fase proliferasi.
·         Fase Maturasi
Tahap ini berlangsung mulai pada hari ke 21 dan dapat berlangsung sampai berbulan-bulan dan berakhir bila tanda radang sudah hilang. Dalam fase ini terdapat remodeling luka yang merupakan hasil dari peningkatan jaringan kolagen, pemecahan kolagen yang berlebih dan regresi vaskularitas luka.





E.     Penatalaksanaan atau Perawatan Luka
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan.
1.      Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).
2.      Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan kulit.
Untuk melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik.
3.       Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka serta menghindari terjadinya infeksi.
Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu :
Ø  Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan mati dan benda asing.
Ø  Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
Ø  Berikan antiseptik.
Ø  Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi lokal.
Ø  Bila perlu lakukan penutupan luka.
4.      Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh.
5.      Penutupan Luka
Penutupan luka adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.
6.      Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan hematom.
7.      Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.

8.      Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, jenis pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi.

2. Pencegahan Injury
Pencegahan Injury dengan Traksi
Pengertian Traksi
Traksi adalah Suatu pemasangan gaya tarikan pada bagian tubuh. Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot ; untuk mereduksi, mensejajarkan, dan mengimobilisasi fraktur ; untuk mengurangi deformitas, dan untuk menambah ruangan diantara kedua permukaan patahan tulang. Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginka untuk mendapatkan efek terapeutik. Faktor-faktor yang mengganggu keefekktifan tarikan traksi harus dihilangkan (Smeltzer & Bare, 2001 ).
Traksi  adalah suatu tindakan untuk memindahkan tulang yang patah / dislokasi ke tempat yang normal kembali dengan menggunakan daya tarik tertentu atau dengan kata lain suatu pemasangan gaya tarikan pada bagian tubuh, yang diindikasikan pada pasien dengan fraktur dan atau dislokasi.
Traksi merupakan metode lain yang baik untuk mempertahankan reduksi ektermitas yang mengalami fraktur (Wilson, 1995 ).

Keuntungan pemakaian traksi 
1. Menurunkan nyeri spasme
2. Mengoreksi dan mencegah deformitas
3. Mengimobilisasi sendi yang sakit

Kerugian pemakaian traksi
1. Perawatan RS lebih lama
2. Mobilisasi terbatas
3. Penggunaan alat-alat lebih banyak.


Beban traksi
1. Dewasa = 5 - 7 Kg
2. Anak = 1/13 x BB (Barbara, 1998).

INDIKASI
a)    Indikasi Traksi secara Umum
1.    Traksi rusell digunakan pada pasien fraktur pada plato tibia 
2.   Traksi buck, indikasi yang paling sering untuk jenis traksi ini adalah untuk mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum lutut tersebut diperiksa dan diperbaiki lebih lanjut 
3.   Traksi Dunlop merupakan traksi pada ektermitas atas. Traksi horizontal diberikan pada humerus dalam posisi abduksi, dan traksi vertical diberikan pada lengan bawah dalm posisi flexsi.
4.    Traksi kulit Bryani sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami patah tulang paha
5.   Traksi rangka seimbang ini terutama dipakai untuk merawat patah tulang pada korpus pemoralis orang dewasa 
6.    Traksi 90-90-90 pada fraktur tulang femur pada anak-anak usia 3 thn sampai dewasa muda (Barbara, 1998).

b)   Indikasi Traksi
 Traksi Kulit
1.    Traksi kulit merupakan terapi pilihan pada fraktur femur dan beberapa fraktur suprakondiler humeri anak-anak.
2.    Pada reduksi tertutup dimana manipulasi dan imobilisasi tidak dapat dilakukan.
3.    Merupakan pengobatan sementara pada fraktur sambil menunggu terapi definitif.
4.    Fraktur-fraktur yang sangat bengkak dan tidak stabil misalnya fraktur suprakondiler humeri pada anak-anak.
5.    Untuktraksi pada spasme otot atau pada kontraktur sendi misalnya sendi lutut dari panggul.
6.    Untuk traksi pada kelainan-kelainan tulang belakang seperti hernia nukleus pulposus (HNP) atau spasme otot-otot tulang belakang.

Komplikasi yang dapat terjadi pada traksi kulit.
§  Penyakit trombo emboli.
§  Abersi, infeksi serta alergi pada kulit

 Traksi Tulang
Traksi pada tulang biasanya menggunakan kawat Krischner       (K-wire) atau batang dari Steinmann lokasi-lokasi tertentu, yaitu : 
§  Proksimal tibia.
§  Kondilus femur.
§  Olekranon.
§  Kalkaneus (jarang dilakukan karena komplikasinya).
§  Traksi pada tengkorak.
§  Trokanter mayor.
§  Bagian distal metakarpal.

C.      TUJUAN PEMASANGAN
Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot, untuk mereduksi, mensejajarkan, dan mengimobilisasi fraktur, untuk mengurangi deformitas, untuk menambah ruang diantara dua permukaan antara patahan tulang.
  1. Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginkan untuk mendapatkan efek terapeutik, tetapi kadang-kadang traksi harus dipasang dengan arah yang lebih dari satu untuk mendapatkan garis tarikan yang diinginkan (Barbara, 1998).

D.      JENIS- JENIS TRAKSI 
1.    Traksi kulit
Traksi kulit digunakan untuk mengontrol sepasme kulit dan memberikan imobilisasi. Traksi kulit apendikuler ( hanya pada ektermitas digunakan pada orang dewasa) termasuk “ traksi ektensi Buck, traksi russell, dan traksi Dunlop”.
a.         Traksi buck 
Ektensi buck (unilateral/bilateral) adalah bentuk traksi kulit dimana tarikan diberikan pada satu bidang bila hanya imobilisasi parsial atau temporer yang diinginkan. Digunakan untuk memberikan rasa nyaman setelah cidera pinggul sebelum dilakukan fiksasi bedah (Smeltzer & Bare,2001).
Traksi buck merupakan traksi kulit yang paling sederhana, dan paling tepat bila dipasang untuk anak muda dalam jangka waktu yang pendek. Indikasi yang paling sering untuk jenis traksi ini adalah untuk mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum lutut tersebut diperiksa dan diperbaiki lebih lanjut (Wilson, 1995).
Mula- mula selapis tebal semen kulit, tingtura benzoid atau pelekat elastis dipasang pada kulit penderita dibawah lutut. Kemudian disebelah distal dibawah lutut diberi stoking tubular yang digulung, kemudian plester diberikan pada bagian medikal dan lateral dari stoking tersebut lalu stoking tersebut dibungkus lagi dengan perban elastis. Ujung plester traksi pada pergelangan kaki di hubungkan dengan blok penyebar guna mencegah penekanan pada maleoli. Seutas tambang yang diikat ketengah blok penyebar tersebut kemudian dijulurkan melalui kerekan pada kaki tempat tidur. Jarang dibutuhkan berat lebih dari 5 lb. penggunaan traksi kulit ini dapat menimbulkan banyak komplikasi. Ban perban elastis yang melingkar dapat mengganggu sirkulasi yang menuju kekaki penderita, yang sebelumnya sudah menderita penyakit vaskular. Alergi kulit terhadap plester juga dapat menumbuhkan masalah. Kalau tidak dirawat dengan baik mungkin akan menimbulkan ulserasi akibat tekanan pada maleolus. Traksi berlebih dapat merusak kulit yang rapuh pada orang yang berusia lanjut. Bahkan untuk peenderita dewasa lebih disukai traksi pin rangka, terutama bila perawatan harus dilakukan selama beberapa hari.

b.         Traksi Russell
Dapat digunakan pada fraktur plato tibia, menyokong lutut yang fleksi pada penggantung dan memberikan gaya tarik horizontal melalui pita traksi balutan elastis ketungkai bawah. Bila perlu, tungkai dapat disangga dengan bantal agar lutut benar- benar fleksi dan menghindari tekanan pada tumit (Smeltzer & Bare, 2001 ).
Masalah yang paling sering dilihat pada traksi Russell adalah bergesernya penderita kebagian kaki ketempat tidur,sehingga kerekan bagian distal saling berbenturan dan beban turun kelantai. Mungkin perlu ditempatkan blok-blok dibawah kaki tempat tidur sehingga dapat memperoleh bantuan dari gaya tarik bumi (Wilson, 1995).
Walaupun traksi rangka seimbang dapat digunakan untuk menangani hampir semua fraktur femur, reduksi untuk fraktur panggul mungkin lebih sering diperoleh dengan memakai traksi Russell dalam keadaan ini paha disokong oleh beban. Traksi longitudinal diberikan dengan menempatkan pin dengan posisi tranversal melalui tibia dan fibula diatas lutut. Efek dari rancangan ini adalah memberikan kekuatan traksi (berasal dari gaya tarik vertikal beban paha dan gaya tarik horizontal dari kedua tali pada kaki ) yang segaris dengan tulang yang cidera dengan kekuatan yang sesuai. Jenis traksi paling sering digunakan untuk memberi rasa nyaman pada pasien yang menderita fraktur panggul selama evaluasi sebelum operasi dan selama persiapan pembedahan. Meskipun traksi Russell dapat digunakan sebagai tindakan keperawatan yang utama dan penting untuk patah tulang panggul pada penderita tertentu tetapi pada penderita usia lanjut dan lemah biasanya tidak dapat mengatasi bahya yang akan timbul karena berbaring terlalu lama ditempat tidur seperti dekubitus, pneumonia, dan tromboplebitis.

c.         Traksi Dunlop 
Adalah traksi pada ektermitas atas. Traksi horizontal diberikan pada lengan bawah dalam posisi fleksi.

d.        Traksi kulit bryant
Traksi ini sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami patah tulang paha. Traksi Bryant sebaiknya tidak dilakukan pada anak-anak yang berat badannya lebih dari 30 kg. kalau batas ini dilampaui maka kulit dapat mengalami kerusakan berat.

2.    Traksi skelet 
Traksi skelet dipasang langsung pada tulang. Metode traksi ini digunakan paling sering untuk menangani fraktur femur, tibia, humerus dan tulang leher. Kadang- kadang skelet traksi bersifat seimbang yang menyokong ekstermitas yang terkena, memungkinkan gerakan pasien sampai batas- batas tertentu dan memungkinkan kemandirian pasien maupun asuh keperawatan sementara traksi yang efektif tetap dipertahankan yang termasuk skelet traksi adalah sebagai berikut (Smeltzer & Bare, 2001).
a.    Traksi rangka seimbang 
Traksi rangka seimbang ini terutama dipakai untuk merawat patah tulang pada korpus femoralis orng dewasa. Sekilas pandangan traksi ini tampak komplek, tetapi sesunguhnya hanyalah satu pin rangka yang ditempatkan tramversal melalui femur distal atau tibia proksimal. Dipasang pancang traksi dan tali traksi utama dipasang pada pancang tersebut. Ektermitas pasien ditempatkan dengan posisi panggul dan lutut membentuk sekitar 35° , kerekan primer disesuaikan sedemikian sehingga garis ketegangan koaksial dengan sumbu longitudinal femur yang mengalami fraktur. Beban yang cukup berat dipasang sedemikian rupa mencapai panjang normalnya. Paha penderita disokong oleh alat parson yang dipasang pada bidai tomas alat parson dan ektermitas itu sendiri dijulurkan dengan tali, kerekan dan beban yang sesuai sehingga kaki tergantung bebas diudara. Dengan demikian pemeliharaan penderita ditempat tidur sangat mudah. Bentuk traksi ini sangat berguna sekali untuk merawat berbagai jenis fraktur femur. Seluruh bidai dapat diadduksi atau diabduksi untuk memperbaiki deformitas angular pada bidang medle lateral fleksi panggul dan lutut lebih besar atau lebih kecil memungkinkan perbaikan lateral posisi dan angulasi alat banyak memiliki keuntungan antara lain traksi elefasi keaksial. Longitudinal pada tulang panjang yang patah, ektermitas yang cidera mudah dijangkau untuk pemeriksaan ulang status neuro vascular, dan untuk merawat luka lokal serta mempermudah perawatan oleh perawat. Seperti bentuk traksi yang mempergunakan pin rangka, pasien sebaiknya diperiksa setiap hari untuk mengetahui adanya peradangan atau infeksi sepanjang pin, geseran atau pin yang kendor dan pin telah tertarik dari tulang (Wilson, 1995 ).

b.        Traksi 90-90-90
Traksi 90-90-90 sangat berguna untuk merawat anak- anak usia 3 tahun sampai dewasa muda. kontrol terhadap fragmen – fragmen pada fraktur tulang femur hamper selalu memuaskan dengan traksi 90-90-90 penderita masih dapat bergerak dengan cukup bebas diatas tempat tidur (Wilson, 1995 ).

Jenis-jenis traksi tulang
     Traksi tulang dengan menggunakan kerangka dari Bohler Braun pada fraktur orang dewasa
     Thomas splint dengan pegangan lutut atau alat traksi dari Pearson (gambar b.2).
     Traksi tulang pada olekranon, pada fraktur humerus (gambar b.3).
     Traksi yang digunakan pada tulang tengkorak misalnya Gradner Well Skull Calipers,
Indikasi penggunaan traksi tulang : 
      Apabila diperlukan traksi yang lebih berat dari 5 kg.
      Traksi pada anak-anak yang lebih besar.
      Pada fraktur yang bersifat tidak stabil, oblik atau komunitif.
      Fraktur-faktur tertentu pada daerah sendi.
      Fraktur terbuka dengan luka yang sangat jelek dimana fiksasi eksterna tidak dapat  dilakukan.
      Dipergunakan sebagai traksi langsung pada traksi yang sangat berat misalnya dislokasi panggul yang lama sebagai persiapan terapi definitif.




Komplikasi traksi tulang :
      Infeksi, misalnya infekis melalui kawat/pin yang digunakan.
      Kegagalan penyambungan tulang (nonunion) akibat traksi yang berlebihan.
      Luka akibat tekanan misalnya Thomas splint pada tuberositas tibia.
      Parese saraf akibat traksi yang berlebihan (overtraksi) atau bila pin mengenai saraf.







Traksi harus dipasang dengan arah lebih dari satu untuk mendapatkan garis tarikan yang diinginkan. Dengan cara ini, bagian garis tarikan yang pertama berkontraksi terhadap garis tarikan lainnya. Garis-garis tersebut dikenal sebagai vektor gaya. Resultanta adalah gaya tarikan yang sebenarnya terletak di tempat diantara kedua garis tarikan tersebut. Efek traksi yang dipasang harus dievaluasi dengan sinar X, dan mungkin diperlukan penyesuaian. Bila otot dan jaringan lunak sudah rileks, berat yang digunakan harus diganti untuk memperoleh gaya tarikan yang diinginkan.
Traksi lurus atau langsung memberikan gaya tarikan dalam satu garis lurus dengan bagian tubuh berbaring di tempat tidur. Traksi ektensi buck dan traksi pelvis merupakan contoh traksi lurus.
Traksi suspensi seimbang memberikan dukungan pada ektermitas yang sakit diatas tempat tidur sehingga memungkinkan mobilisasi pasien sampai batas tertentu yanpa terputus garis tarikan. Tarikan dapat dilakukan pada kulit (traksi kulit) atau langsung kesekelet tubuh (traksi skelet). Cara pemasangan ditentukan oleh tujuan traksi 
Traksi dapat dipasang dengan tangan (traksi manual). Ini merupakan traksi yang sangat sementara yang bisa digunakan pada saat pemasangan gips, harus dipikirkan adanya kontraksi
Pada setiap pemasangan traksi, harus dipikirkan adanya kontraksi adalah gaya yang bekerja dengan arah yang berlawanan (hukum Newton III mengenai gerak, menyebutkan bahwa bila ada aksi maka akan terjadi reaksi dengan besar yang sama namun arahnya yang berlawanan) umumnya berat badan pasien dan pengaturan posisi tempat tidur mampu memberikan kontraksi.
Walaupun hanya traksi untuk ektermitas bawah yang dijelaskan secara terinci, tetapi semua prinsip-prinsip ini berlaku untuk mengatasi patah tulang pada ektermitas atas.
Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang dengan agak cepat, terapi fisik harus dimulai segera agar dapat mengurangi keadaan ini.misalnya, seorang dengan patah tulang femur diharuskan memakai kruk untuk waktu yang lama. Rencana latihan untuk mempertahankan pergerakan ektermitas atas, dan untuk meningkatkan kekuatannya harus dimulai segera setelah cedera terjadinya (Wilson, 1995).

Prinsip traksi efektif :
1.        Kontraksi harus dipertahankan agar traksi tetap efektif
2.        Traksi harus berkesinambungan agar reduksi dan imobilisasi fraktur efektif. 
3.       Traksi kulit pelvis dan serviks sering digunakan untuk mengurangi spasme otot dan biasanya diberikan sebagai traksi intermiten.
4.        Traksi skelet tidak boleh terputus.
5.        Pemberat tidak boleh diambil kecuali bila traksi dimaksudkan intermiten. Setiap faktor yang dapat mengurangi tarikan atau mengubah garis resultanta tarikan harus dihilangkan.
6.       Tubuh pasien harus dalam keadaan sejajar dengan pusat tempat tidur ketika traksi dipasang. 
7.        Tali tidak boleh macet 
8.        Pemberat harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat tidur atau lantai
9.        Simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh katrol atau kaki tempat tidur.
10.    Selalu dikontrol dengan sinar roentgen ( Brunner & suddarth,2001 ).

PRINSIP PERAWATAN TRAKSI
1.       Berikan tindakan kenyamanan ( contoh: sering ubah posisi, pijatan punggung ) dan aktivitas terapeutik 
2.        Berikan obat sesuai indikasi contoh analgesik relaksan otot.
3.        Berikan pemanasan lokal sesuai indikasi.
4.        Beri penguatan pada balutan awal/ pengganti sesuai dengan indikasi, gunakan teknik aseptic dengan tepat. 
5.        Pertahankan linen klien tetap kering, bebas keriput.
6.        Anjurkan klien menggunakan pakaian katun longgar.
7.        Dorong klien untuk menggunakan manajemen stress, contoh: bimbingan imajinasi, nafas    dalam.
8.        Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan 
9.        Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh: edema, eritema.




KOMPLIKASI dan PENCEGAHAN
Pencegahan dan penatalaksanaan komplikasi yang timbul pada klien terpasang traksi adalah sebagai berikut.
1.    Dekubitus
·      Periksa kulit dari adanya tanda tekanan dan lecet, kemudian berikan intervensi awal untuk mengurangii tekanan.
·      Perubahan posisi dengan seing dan memakai alat pelindung kulit (missal pelindung siku) sangat membantu perubahan posisi.
·      Konsultasikan penggunaan tempat tidur khusus untuk mencegah kerusakan kulit.
·      Bila sudah ada ulkus akibat tekanan, perawat harus konsultasi dengan dokter atau ahli terapi enterostomal, mengenai penanganannya.

2.    Kongesti Paru dan Pneumonia
·      Auskultasi paru untuk mengetahui status pernapasan klien.
·      Ajarkan klien untuk napas dalam dan batuk efektif.
·      Konsultasikan dengan dokter mengenai penggunaan terapi khusus, misalnya spirometri insentif, bila riwayat klien dan datadasar menunjukkan klien beresiko tinggi mengalami komplikasi pernapasan.
·      Bila telah terjadi masalah pernapasan, perlu diberikan sesuai order.

3.    Konstipasi dan Anoreksia
·      Diet tinggi serat dan tinggi cairan dapat membantu merangsang motilitas gaster.
·      Bila telah terjadi konstipasi, konsultasikan dengan dokter mengenai penggunaan pelunak tinja, laksatif, supositoria, dan enema.
·      Kaji dan catat makanan yang disukai klien dan masukkan dalam program diet sesuai kebutuhan.

4.    Stasis dan Infeksi Saluran Kemih
·      Pantau masukan dan keluaran berkemih.
·      Anjurkan dan ajarkan klien untuk minum dalam jumlah yang cukup, dan berkemih tiap dua sampai tiga jam sekali.
·      Bila tampak tanda dan gejala terjadi infeksi saluran kemih, konsultasikan dengan dokter untuk menanganinya.

5.    Trombosis Vena Profunda
·      Ajarkan klien untuk latihan tumit dan kaki dalam batas traksi.
·      Dorong untuk minum yang banyak untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang menyertainya, yang akan menyebabkan stasis.
·      Pantau klien dari adanya tanda-tanda trombosis vena dalam dan melaporkannya kedokter untuk menentukan evaluasi dan terapi.































https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjPTjV0UFxhYW-vLhCbGrx8_ScZ87irrW-ATNR24rUDfg2jK4gabjrcCnEDul46Jumms4ghPnUwl4aH4i859tP5S5-50r3vWQndXgyTgvMmV3kkSmMkD4TtS0vPRFxPKYhBNDR3FkCqZA/s640/traksi+peralatan.jpghttps://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjNH6ZmZ4jL_2Toz3u_eaapKlbDOQ9hb8Vdu5C2AEWoAP6DHXl593d9DFguQ7HDFcQ6meo-odwJBk6z5anRKBJZ7fHMniyZI9GeZpDc_lP272o7gTTvDt9M6NrfSAbVE0tWjdOdG8ZZuQ/s400/traksi5+lateral.jpg

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiK9e_n08Jj4aTiliLrS-fPisN46u6etB97GdP1F-XIDHCWVZvVeA4cYeKGTJoHs5sCEJA_9G4JDzyEyhvifxfxTXkQOgyHLKD-FqT2x3PxPcmh4zJ5c1cqRLgCp2euz6dzojncZxFh1Q/s640/traksi2++perkins.png
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj-m3iuCCYQNyKkbp1ipTXfYn3cgKakutudC881z-lHWPtZ-4Rmc7H8mRkCNAS47YfUmooCsYVzwYWLz5sTSctJyT7ZcRy41VVnoScUlJy4O-99lmUMAli2jAVJK_SCZh3QgY-KBupLLw/s400/traksi3+fraktur_fiksasi_eksternal_patah+_tulang.jpg






https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEge7pP0FfIHFSCtgGSPrkyRXt7nx8zcdBO6fnSa54-0mmcMz6VrcM92FdDuam6o_4gTAntx5k8WKFTyA34uHaYb2Zfha2FFmUiTVBD3DrWGMcP82I2FWpv9YAlmWEe4pwjSA7h-CH4mhw/s640/traksi4+pada+tungkai.png

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmbP6-aEfGBoqYXRS9KSoypTY3cFI7K6aqPzI1cQRhsVoETJiXeyVq9o1g4gigCUsJ5uzp17W5hxm-Hj5f36gYfHh1xK1v-MGgJSxNN-wj4_I7BUud_uVNsvM7e5AzKaVCuzZe0tqRiw/s400/traksi1.png





b. Pencegahan Injury dengan Latihan aktif
Definisi ROM              
Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot dan sebagai dasar untuk menetapkan adanya kelainan ataupun untuk menyatakan batas gerakan sendi yang abnormal
Jenis ROM
ROM Pasif
Latihan ROM pasif adalah latihan ROM yang di lakukan pasien dengan bantuan perawat setiap-setiap gerakan. Indikasi latihan fasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis ekstermitas total (suratun, dkk, 2008). Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
ROM Aktif
Latihan ROM aktif adalah Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal. Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif

Pergerakan aktif adalah dimana seseorang yang bisa untuk melakukan latihan / menggerakan anggota tubuh dengan kekuatannya sendiri tanpa dibantu oleh orang lain.



Tujuan
1.      Mencegah terjadinya kelumpuhan pada otot – otot.
2.      Memprlancar predaran darah.
3.      Mencegah terjadinya atrofi.
4.      Untuk mendorong dan membantu agar pasien dapat menggunakan lagi anggota gerak yang lumpuh.
Macam – macam Pergerakan
1.      Latihan aktif dengan bantuan
Seseorang melakukan gerakan secara disadari / mengikuti aba – aba dan terapis memberi bantuan.
2.      Latihan aktif bebas
Seseorang menggerakan anggota tubuh yang dilatih dengan kekuatan sendiri tanpa bantuan.
3.      Latihan aktif dengan beban / tahanan
Pasien menggerakan anggota tubuh yang dilatih dngan kekuatan sendiri ditambah melawan beban.

Indikasi
1.      Pada pasien sehabis operasi.
2.      Pada kondisi sehabis fraktur.
3.      Pada kondisi kelemahan otot.
4.      Pada kondisi stroke.
Tekhnik aplikasi
1.                                                                  Posisi yang enak, relaks dan stabil dengan ruang gerak yang mencukupi.
2.                                                                  Pemberian beban gerakan / bantuan yang optimal.
3.      Di                          Usahakan pasien bias mengerjakan sendiri dengan alat.




ROM aktif post operasi fraktur femur
Pasien yang telah dilakukan operasi fraktur femur seringkali dapat menimbulkan permasalahan adanya luka operasi pada jaringan lunak dapat menyebabkan proses radang akut dan adanya oedema dan fibrosis pada otot sekitar sendi yang mengakibatkan keterbatasan gerak sendi terdekat.
Latihan rentang gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah operasi fraktur femur, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang di perlukan untuk pempercepat proses penyembuhan. Keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien setelah operasi. Banyak pasien yang tidak berani mengerakan tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya lama sembuh. pandangan yang seperti ini jelas keliru karena justru jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih cepat merangsang peristaltik usus sehingga pasien cepat platus, menghindarkan penumpukan lendir pada saluran pernapasan dan terhindar dari kontraktur sendi, memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan dekubitus. Menurut Garrison, (2002) Pedoman perawatan pasca bedah fraktur femur Sering kali di perlukan intervensi bedah ORIF dengan mengunakan sekrup dan plate pada hari ke 2-3 latihan aktif (ROM) yang di bantu dapat dimulai dari bidang anatomi yang normal, pada hari ke 4 berjalanlah pada cara berjalan tiga titik dengankruk axilla pembantu berjalan standar dan kemudian penahan berat badan sesuai toleransi
Latihan aktif anggota gerak atas dan bawah
  • Latihan I
1)      Angkat tangan yang kontraktur menggunakan tangan yang sehat ke atas
2)      Letakan kedua tangan diatas kepala
3)      Kembalikan tangan ke posisi semula
  • Latihan II
1)      Angkat tangan yang kontraktur melewati dada ke arah tangan yang sehat
2)      Kembalikan ke posisi semula


  • Latihan III
1)      Angkat tangan yang lemah menggunakan tangan yang sehat ke atas
2)      Kembalikan ke posisi semula.

  • Latihan IV
1)      Tekuk siku yang kontraktur mengunakan tangan yang sehat
2)      Luruskan siku kemudian angkat ketas
3)      Letakan kembali tangan yang kontraktur ditempat tidur.
  • Latihan V
1)      Pegang pergelangan tangan yang kontraktur mengunakan tangan yang sehat angkat keatas dada
2)      Putar pengelangan tangan ke arah dalam dan ke arah luar.
  • Latihan VI
1)     Tekuk jari-jari yang kontraktur dengan tangan yang sehat                                           kemudian luruskan
2)     Putar ibu jari yang lemah mengunakan tangan yang sehat
  • Latihan VII
1)        Letakan kaki yang seht dibawah yang kontraktur
2)       Turunkan kaki yang sehat sehingga punggung kaki yang sehat                                            dibawah pergelangan kaki yang kontraktur
3)       Angkat kedua kaki ke atas dengan bantuan kaki yang sehat,                                                  kemudian turunkan pelan-pelan.
  • Latihan VIII
1)      Angkat kaki yang kontraktur mengunakan kaki yang sehat ke atas                              sekitar 3 cm
2)      Ayunkan kedua kaki sejauh mungkin kearah satu sisi kemudian ke sisi yang satunya lagi
3)      Kembali ke posisi semula dan ulang sekali lagi
  • Latihan IX
1)      Anjurkan pasien untuk menekuk lututnya, bantu pegang pada lutut yang kontraktur dengan tangan Satu
2)      Dengan tangan lainnya penolong memegang pingang pasien
3)      Anjurkan pasien untuk memegang bokongnya
4)      Kembali keposisi semula dan ulangi sekali lagi

Gerak gerakan ROM
1. Leher, spina, serfikal
Fleksi : Menggerakan dagu menempel ke dada, rentang 45°
Ekstensi : Mengembalikan kepala ke posisi tegak, rentang 45°
Hiperektensi : Menekuk kepala ke belakang sejauh mungkin, rentang 40-45°
Fleksi lateral : Memiringkan kepala sejauh mungkin sejauh mungkin kearah
setiap bahu, rentang 40-45°
Rotasi : Memutar kepala sejauh mungkin dalam gerakan sirkuler,
rentang 180° Ulangi gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.

2. Bahu
Fleksi : Menaikan lengan dari posisi di samping tubuh ke depan ke
posisi di atas kepala, rentang 180°
Ekstensi : Mengembalikan lengan ke posisi di samping tubuh, rentang 180°
Hiperektensi : Mengerkan lengan kebelakang tubuh, siku tetap lurus, rentang 45-60°
Abduksi : Menaikan lengan ke posisi samping di atas kepala dengan
telapak tangan jauh dari kepala, rentang 180°
Adduksi : Menurunkan lengan ke samping dan menyilang tubuh
sejauh mungkin, rentang 320°
Rotasi dalam : Dengan siku pleksi, memutar bahu dengan menggerakan lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam dan ke belakang, rentang 90°
Rotasi luar : Dengan siku fleksi, menggerakan lengan sampai ibu jari ke atas dan samping kepala, rentang 90°
Sirkumduksi : Menggerakan lengan dengan lingkaran penuh, rentang 360°
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
3. Siku
Fleksi : Menggerakkan siku sehingga lengan bahu bergerak ke depan
sendi bahu dan tangan sejajar bahu, rentang 150°
Ektensi : Meluruskan siku dengan menurunkan tangan, rentang 150°
4. Lengan bawah
Supinasi : Memutar lengan bawah dan tangan sehingga telapak tangan
menghadap ke atas, rentang 70-90°
Pronasi : Memutar lengan bawah sehingga telapak tangan menghadap ke
bawah, rentang 70-90°
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
5. Pergelangan tangan
Fleksi : Menggerakan telapak tangan ke sisi bagian dalam lengan
bawah, rentang 80-90°
Ekstensi : Mengerakan jari-jari tangan sehingga jari-jari, tangan, lengan
bawah berada dalam arah yang sama, rentang 80-90°
Hiperekstensi : Membawa permukaan tangan dorsal ke belakang sejauh
mungkin, rentang 89-90°
Abduksi : Menekuk pergelangan tangan miring ke ibu jari, rentang 30°
Adduksi : Menekuk pergelangan tangan miring ke arah lima jari, rentang 30-50°
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.

6. Jari- jari tangan
Fleksi : Membuat genggaman, rentang 90°
Ekstensi : Meluruskan jari-jari tangan, rentang 90°
Hiperekstensi : Menggerakan jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin,
rentang 30-60°
Abduksi : Mereggangkan jari-jari tangan yang satu dengan yang lain,
rentang 30°
Adduksi : Merapatkan kembali jari-jari tangan, rentang 30°
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
7. Ibu jari
Fleksi : Mengerakan ibu jari menyilang permukaan telapak tangan,
rentang 90°
Ekstensi : menggerakan ibu jari lurus menjauh dari tangan, rentang 90°
Abduksi : Menjauhkan ibu jari ke samping, rentang 30°
Adduksi : Mengerakan ibu jari ke depan tangan, rentang 30°
Oposisi : Menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari tangan pada tangan yang sama
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
8. Pinggul
Fleksi : Mengerakan tungkai ke depan dan atas, rentang 90-120°
Ekstensi : Menggerakan kembali ke samping tungkai yang lain, rentang  90-120°
Hiperekstensi : Mengerakan tungkai ke belakang tubuh, rentang 30-50°
Abduksi : Menggerakan tungkai ke samping menjauhi tubuh, rentang 30-50°
Adduksi : Mengerakan tungkai kembali ke posisi media dan melebihi
jika mungkin, rentang 30-50°
Rotasi dalam : Memutar kaki dan tungkai ke arah tungkai lain, rentang 90°
Rotasi luar : Memutar kaki dan tungkai menjauhi tungkai lain, rentang 90°
Sirkumduksi : Menggerakan tungkai melingkar
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
9. Lutut
Fleksi : Mengerakan tumit ke arah belakang paha, rentang 120-130°
Ekstensi : Mengembalikan tungkai kelantai, rentang 120-130°
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.






BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Umumnya penanganan fraktur dibagi 2 macam, yaitu; secara konservatif (penanganan tanpa pembedahan) dan operatif meliputi operasi ORIF dan OREF. maka dilakukan penatalaksanaan untuk mencegah infeksi dan injury pada oref (Open Reduction External Fixation) pada fraktur dengan cara Perawatan luka merupakan tindakan keperawatan yaitu berupa mengganti balutan dan membersihkan luka baik pada luka yang bersih maupun luka yang kotor untuk mencegah infeksi. Dan untuk mencegah injury dalam penatalaksanaan dilakukan dengan traksi dan latihan aktif
3.2  Saran
Penulis menyarankan kepada pembaca khususnya mahasiswa keperawatan agar dapat memahami konsep pencegahan infeksi dan injury pada OREF maupun penatalaksanaanya baik medis maupun dari sisi perawatannya. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan kinerja dan kualitas perawat di indonesia dalam menangani berbagai kasus penyakit dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan sehingga tercapainya visi indonesia sehat 2015.








Daftar Pustaka
Lukman dan Ningsih, Nurna. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika.