BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Penyakit muskuloskeletal telah
menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di
seluruh dunia. Penyebab fraktur terbanyak adalah karena kecelakaan lalu lintas.
Kecelakaan lalu lintas ini, selain menyebabkan fraktur, menurut WHO, juga
menyebabkan kematian 1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar
korbannya adalah remaja atau dewasa muda.
Beberapa
tulang, misalnya femur mempunyai kekuatan otot yang kuat sehingga reposisi
tidak dapat dilakukan sekaligus. Untuk menghindari berbagai permasalahan
diperlukan penanganan fraktur sedini mungkin. Umumnya penanganan fraktur dibagi
2 macam, yaitu; secara konservatif (penanganan tanpa pembedahan) dan operatif
meliputi operasi ORIF dan OREF. maka dilakukan penatalaksanaan untuk mencegah
infeksi dan injury pada oref (Open Reduction External Fixation) pada fraktur
dengan cara Perawatan luka merupakan tindakan keperawatan yaitu
berupa mengganti balutan dan membersihkan luka baik pada luka yang bersih
maupun luka yang kotor untuk mencegah infeksi. Dan untuk mencegah injury dalam
penatalaksanaan dilakukan dengan traksi dan latihan aktif.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud OREF?
2. Apa yang dimaksud dengan Perawatan Luka pada
OREF?
3. Apa yang di
maksud dengan Traksi pada OREF?
4. Apa yang di
maksud dengan latihan ROM aktif pada OREF?
1.3
Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian OREF
2. Untuk mengetahui tujuan tentang
Perawatan Luka pada OREF
3. Untuk
mengetahui tujuan tentang Traksi pada OREF
4. Untuk mengetahui tujuan tentang latihan ROM
aktif pada OREF
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Definisi OREF (Open Reduction External Fixation)
OREF
adalah reduksi terbuka dengan fiksasi internal dimana prinsipnya tulang di
transfiksasikan diatas dan di bawah fraktur, sekrup atau kawat di transfiksi di
bagian proksimal dan distal kemudian dihubungkan satu sama lain dengan suatu
batang lain.
OREF adalah Penanganan intraoperatif pada fraktur terbuka derajat III yaitu dengan cara
reduksi terbuka diikuti fiksasi eksternal (open reduction and external
fixation=OREF) sehingga diperoleh stabilisasi fraktur yang baik. Keuntungan
fiksasi eksternal adalah memungkinkan stabilisasi fraktur sekaligus menilai
jaringan lunak sekitar dalam masa penyembuhan fraktur. Penanganan pascaoperatif
yaitu perawatan luka dan pemberian antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi,
pemeriksaan radiologik serial, darah lengkap, serta rehabilitasi berupa
latihan-latihan secara teratur dan bertahap sehingga ketiga tujuan utama
penanganan fraktur bisa tercapai, yakni union (penyambungan tulang secara
sempurna), sembuh secara anatomis (penampakan fisik organ anggota gerak; baik,
proporsional), dan sembuh secara fungsional (tidak ada kekakuan dan hambatan
lain dalam melakukan gerakan)
-
Indikasi OREF
a.
Fraktur terbuka grade II dan III
b.
Fraktur terbuka yang disertai hilangnya jaringan atau patah tulang yang parah
c.
Fraktur yang sangat kominutif (remuk) dan tidak stabil
d.
Fraktr yang disertai dengan kerusakan pembuluh darah dan saraf
e.
Fraktur pelvis yang tidak bisa diatasi dengan cara lain
f.
Fraktur yang terinfeksi dimana fiksasi internal mungkin tidak cocok.
g.
non union yang memerlukan kompresi dan perpanjangan
h.
Kadang-kadang pada fraktur tungkai bawah diabetes melitus
-
Keuntungan dan komplikasi Eksternal Fiksasi
Fiksator
ini memberikan kenyamanan bagi pasien, mobilisasi awal dan latihan awal untuk
sendi di sekitarnya sehingga komplikasi karena disuse dan imobilisasi dapat
diminimalkan,
Sedangkan
komplikasinya adalah :
a.
infeksi di tempat pen
b.
kekakuan pembuluh darah dan syaraf
c.
kerusakan periostium yang parah sehingga terjadi delayed union atau non union.
d.
emboli lemak
e.
overdistraksi fragmen
-
Hal-hal yang harus di perhatikan pada pemasangan eksternal fiksasi
a.
Persiapan psikologis
penting
sekali mempersiapkan pasien secara psikologis sebelum dipasang fiksator
eksternal alat ini sangat mengerikan dan terlihat asing bagi pasien. Harus
diyakinkan bahwa ketidaknyamanan karena alat ini sangat ringan dan bahwa
mobilisasi awal dapat diantisipasi untuk menambah penerimaan alat ini, begitu
juga keterlibatan pasien pada perawatan terhadap perawatan fiksator ini.
b.
Pemantauan terhadap kulit darah dan pembuluh saraf
Setelah
pemasangan fiksator eksternal, bagian tajam fiksator atau pin harus ditutupi
untuk mencegah adanya cedera.
c.
Pencegahan infeksi
Perawatan pin untuk mencegah infeksi
lubang pin harus dilakukan secara rutin, tidak boleh ada kerak pada tempat
penusukan pin, fiksator harus dijaga kebersihannya.
d.
Latihan isometrik
Latihan isometrik dan aktif
dianjurkan dalam batas kerusakan jaringan bisa menahan. Bila bengkak sudah
hilang, pasien dapat dimobilisasi sampai batas cedera di tempat lain.
2.2
Penatalaksanaan pada OREF
1.
Pencegahan Infeksi pada OREF
Merawat luka adalah untuk mencegah
trauma pada kuit, membran mukosa atau jaringan lain yang disebabkan oleh adanya
trauma , fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit.
Pengertian Luka
Menurut InETNA, Luka adalah sebuah injuri pada jaringan yang mengganggu proses selular
normal, luka dapat juga dijabarkan dengan adanya kerusakan pada kuntinuitas atau kesatuan jaringan tubuh yang biasanya disertai dengan kehilangan substansi
jaringan.
Menurut Mansjoer, Luka adalah keadaan hilang atau terputusnya kontinuitas
jaringan.
R. Sjamsu Hidayat, Luka adalah hilang atau rusaknya
sebagian jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul,
perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan
Koiner dan Taylan, Luka adalah terganggunya
(disruption) integritas normal dari kulit dan jaringan di bawahnya yang terjadi
secara tiba-tiba atau disengaja, tertutup atau terbuka, bersih atau
terkontaminasi, superficial atau dalam.
Tujuan Melakukan Perawatan
Luka
Tujuan untuk melakukan perawatan luka adalah :
1. Memberikan lingkungan
yang memadai untuk penyembuhan luka.
2. Absorbsi drainase.
3. Menekan dan
imobilisasi luka.
4. Mencegah jaringan
epitel baru dari cedera mekanis.
5. Mencegah luka dari
kontaminasi.
6. Meningkatkan
hemostasis dengan menekan dressing.
7. Memberikan rasa
nyaman mental dan fisik pada pasien.
Mekanisme Terjadinya Luka
1. Luka insisi, terjadi
karena teriris oleh instrument yang tajam. Misal yang terjadi akibat
pembedahan.
2. Luka memar, terjadi
akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada
jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
3. Luka lecet, terjadi
akibat kulit bergesek dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak
tajam.
4. Luka tusuk, terjadi
akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan
diameter yang kecil.
5. Luka gores, terjadi
akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat.
6. Luka tembus, terjadi
akibat luka yang menembus organ tubuh, biasanya pada bagian awal luka masuk
diameternya kecil tetapi bagian ujung biasanya akan melebar.
Fase Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka memiliki
3 fase yaitu fase inflamasi, proliferasi dan maturasi. Antara satu fase dengan
fase yang lain merupakan suatu kesinambungan yang tidak dapat dipisahkan.
· Fase
Inflamasi
Tahap ini muncul segera setelah
injuri dan dapat berlanjut sampai 5 hari. Inflamasi berfungsi untuk mengontrol
perdarahan, mencegah invasi bakteri, menghilangkan debris dari jaringan yang
luka dan mempersiapkan proses penyembuhan lanjutan.
· Fase
Proliferasi
Tahap ini berlangsung dari hari
ke 6 sampai dengan 3 minggu. Fibroblast (sel jaringan penyambung) memiliki
peran yang besar dalam fase proliferasi.
· Fase
Maturasi
Tahap ini berlangsung mulai pada
hari ke 21 dan dapat berlangsung sampai berbulan-bulan dan berakhir bila tanda
radang sudah hilang. Dalam fase ini terdapat remodeling luka yang merupakan
hasil dari peningkatan jaringan kolagen, pemecahan kolagen yang berlebih dan
regresi vaskularitas luka.
E.
Penatalaksanaan atau Perawatan Luka
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang
dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka,
penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan
pengangkatan jahitan.
1. Evaluasi luka
meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).
2. Tindakan Antiseptik,
prinsipnya untuk mensucihamakan kulit.
Untuk melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya
digunakan cairan atau larutan antiseptik.
3. Pembersihan
Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah
meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka serta
menghindari terjadinya infeksi.
Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam
pembersihan luka yaitu :
Ø Irigasi dengan
sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan mati dan benda asing.
Ø Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua
jaringan mati.
Ø Berikan antiseptik.
Ø Bila diperlukan
tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi lokal.
Ø Bila perlu
lakukan penutupan luka.
4. Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta
berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang
terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh.
5. Penutupan Luka
Penutupan luka adalah mengupayakan kondisi lingkungan
yang baik pada luka sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.
6. Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan
membalut luka sangat tergantung pada penilaian kondisi luka. Pembalutan
berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan
lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan
efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan
hematom.
7. Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan
antibiotik dan pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan
antibiotik.
8. Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan
lagi. Waktu pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti,
lokasi, jenis pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya
infeksi.
2.
Pencegahan Injury
Pencegahan
Injury dengan Traksi
Pengertian Traksi
Traksi
adalah Suatu pemasangan gaya tarikan pada bagian tubuh. Traksi digunakan untuk
meminimalkan spasme otot ; untuk mereduksi, mensejajarkan, dan mengimobilisasi
fraktur ; untuk mengurangi deformitas, dan untuk menambah ruangan diantara
kedua permukaan patahan tulang. Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran
yang diinginka untuk mendapatkan efek terapeutik. Faktor-faktor yang mengganggu
keefekktifan tarikan traksi harus dihilangkan (Smeltzer & Bare, 2001 ).
Traksi
adalah suatu tindakan untuk memindahkan tulang yang patah / dislokasi ke tempat
yang normal kembali dengan menggunakan daya tarik tertentu atau dengan kata
lain suatu
pemasangan gaya tarikan pada bagian tubuh, yang diindikasikan pada pasien dengan
fraktur dan atau dislokasi.
Traksi
merupakan metode lain yang baik untuk mempertahankan reduksi ektermitas yang
mengalami fraktur (Wilson, 1995 ).
Keuntungan pemakaian traksi
1. Menurunkan nyeri spasme
2. Mengoreksi dan mencegah
deformitas
3. Mengimobilisasi sendi yang sakit
Kerugian pemakaian traksi
1. Perawatan RS lebih lama
2. Mobilisasi terbatas
3. Penggunaan alat-alat lebih
banyak.
Beban traksi
1. Dewasa = 5 - 7 Kg
2. Anak = 1/13 x BB (Barbara, 1998).
INDIKASI
a)
Indikasi Traksi secara Umum
1.
Traksi rusell digunakan pada pasien fraktur pada plato tibia
2. Traksi
buck, indikasi yang paling sering untuk jenis traksi ini adalah untuk
mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum lutut tersebut diperiksa dan
diperbaiki lebih lanjut
3. Traksi
Dunlop merupakan traksi pada ektermitas atas. Traksi horizontal diberikan pada
humerus dalam posisi abduksi, dan traksi vertical diberikan pada lengan bawah
dalm posisi flexsi.
4.
Traksi kulit Bryani sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami
patah tulang paha
5. Traksi
rangka seimbang ini terutama dipakai untuk merawat patah tulang pada korpus
pemoralis orang dewasa
6.
Traksi 90-90-90 pada fraktur tulang femur pada anak-anak usia 3 thn sampai
dewasa muda (Barbara, 1998).
b)
Indikasi Traksi
Traksi
Kulit
1. Traksi kulit
merupakan terapi pilihan pada fraktur femur dan beberapa fraktur suprakondiler
humeri anak-anak.
2. Pada reduksi
tertutup dimana manipulasi dan imobilisasi tidak dapat dilakukan.
3. Merupakan
pengobatan sementara pada fraktur sambil menunggu terapi definitif.
4. Fraktur-fraktur
yang sangat bengkak dan tidak stabil misalnya fraktur suprakondiler humeri pada
anak-anak.
5. Untuktraksi
pada spasme otot atau pada kontraktur sendi misalnya sendi lutut dari panggul.
6. Untuk traksi
pada kelainan-kelainan tulang belakang seperti hernia nukleus
pulposus (HNP) atau spasme otot-otot tulang belakang.
Komplikasi yang dapat terjadi pada traksi kulit.
§ Penyakit trombo emboli.
§ Abersi, infeksi serta alergi pada kulit
Traksi Tulang
Traksi pada tulang biasanya menggunakan kawat
Krischner (K-wire) atau batang dari
Steinmann lokasi-lokasi tertentu, yaitu :
§ Proksimal tibia.
§ Kondilus femur.
§ Olekranon.
§ Kalkaneus (jarang dilakukan karena
komplikasinya).
§ Traksi pada tengkorak.
§ Trokanter mayor.
§ Bagian distal metakarpal.
C.
TUJUAN PEMASANGAN
Traksi
digunakan untuk meminimalkan spasme otot, untuk mereduksi, mensejajarkan, dan
mengimobilisasi fraktur, untuk mengurangi deformitas, untuk menambah ruang
diantara dua permukaan antara patahan tulang.
- Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginkan untuk mendapatkan efek terapeutik, tetapi kadang-kadang traksi harus dipasang dengan arah yang lebih dari satu untuk mendapatkan garis tarikan yang diinginkan (Barbara, 1998).
D.
JENIS- JENIS TRAKSI
1.
Traksi kulit
Traksi kulit digunakan untuk
mengontrol sepasme kulit dan memberikan imobilisasi. Traksi kulit apendikuler (
hanya pada ektermitas digunakan pada orang dewasa) termasuk “ traksi ektensi
Buck, traksi russell, dan traksi Dunlop”.
a.
Traksi buck
Ektensi buck (unilateral/bilateral)
adalah bentuk traksi kulit dimana tarikan diberikan pada satu bidang bila hanya
imobilisasi parsial atau temporer yang diinginkan. Digunakan untuk memberikan
rasa nyaman setelah cidera pinggul sebelum dilakukan fiksasi bedah (Smeltzer
& Bare,2001).
Traksi buck merupakan traksi kulit
yang paling sederhana, dan paling tepat bila dipasang untuk anak muda dalam
jangka waktu yang pendek. Indikasi yang paling sering untuk jenis traksi ini
adalah untuk mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum lutut tersebut
diperiksa dan diperbaiki lebih lanjut (Wilson, 1995).
Mula- mula selapis tebal semen
kulit, tingtura benzoid atau pelekat elastis dipasang pada kulit penderita
dibawah lutut. Kemudian disebelah distal dibawah lutut diberi stoking tubular
yang digulung, kemudian plester diberikan pada bagian medikal dan lateral dari
stoking tersebut lalu stoking tersebut dibungkus lagi dengan perban elastis.
Ujung plester traksi pada pergelangan kaki di hubungkan dengan blok penyebar
guna mencegah penekanan pada maleoli. Seutas tambang yang diikat ketengah blok
penyebar tersebut kemudian dijulurkan melalui kerekan pada kaki tempat tidur.
Jarang dibutuhkan berat lebih dari 5 lb. penggunaan traksi kulit ini dapat
menimbulkan banyak komplikasi. Ban perban elastis yang melingkar dapat
mengganggu sirkulasi yang menuju kekaki penderita, yang sebelumnya sudah
menderita penyakit vaskular. Alergi kulit terhadap plester juga dapat
menumbuhkan masalah. Kalau tidak dirawat dengan baik mungkin akan menimbulkan
ulserasi akibat tekanan pada maleolus. Traksi berlebih dapat merusak kulit yang
rapuh pada orang yang berusia lanjut. Bahkan untuk peenderita dewasa lebih
disukai traksi pin rangka, terutama bila perawatan harus dilakukan selama
beberapa hari.
b.
Traksi Russell
Dapat digunakan pada fraktur plato
tibia, menyokong lutut yang fleksi pada penggantung dan memberikan gaya tarik
horizontal melalui pita traksi balutan elastis ketungkai bawah. Bila perlu,
tungkai dapat disangga dengan bantal agar lutut benar- benar fleksi dan
menghindari tekanan pada tumit (Smeltzer & Bare, 2001 ).
Masalah yang paling sering dilihat
pada traksi Russell adalah bergesernya penderita kebagian kaki ketempat
tidur,sehingga kerekan bagian distal saling berbenturan dan beban turun
kelantai. Mungkin perlu ditempatkan blok-blok dibawah kaki tempat tidur
sehingga dapat memperoleh bantuan dari gaya tarik bumi (Wilson, 1995).
Walaupun traksi rangka seimbang
dapat digunakan untuk menangani hampir semua fraktur femur, reduksi untuk
fraktur panggul mungkin lebih sering diperoleh dengan memakai traksi Russell
dalam keadaan ini paha disokong oleh beban. Traksi longitudinal diberikan
dengan menempatkan pin dengan posisi tranversal melalui tibia dan fibula diatas
lutut. Efek dari rancangan ini adalah memberikan kekuatan traksi (berasal dari
gaya tarik vertikal beban paha dan gaya tarik horizontal dari kedua tali pada
kaki ) yang segaris dengan tulang yang cidera dengan kekuatan yang sesuai.
Jenis traksi paling sering digunakan untuk memberi rasa nyaman pada pasien yang
menderita fraktur panggul selama evaluasi sebelum operasi dan selama persiapan
pembedahan. Meskipun traksi Russell dapat digunakan sebagai tindakan
keperawatan yang utama dan penting untuk patah tulang panggul pada penderita
tertentu tetapi pada penderita usia lanjut dan lemah biasanya tidak dapat
mengatasi bahya yang akan timbul karena berbaring terlalu lama ditempat tidur
seperti dekubitus, pneumonia, dan tromboplebitis.
c.
Traksi Dunlop
Adalah traksi pada ektermitas atas.
Traksi horizontal diberikan pada lengan bawah dalam posisi fleksi.
d.
Traksi kulit bryant
Traksi ini sering digunakan untuk merawat
anak kecil yang mengalami patah tulang paha. Traksi Bryant sebaiknya tidak
dilakukan pada anak-anak yang berat badannya lebih dari 30 kg. kalau batas ini
dilampaui maka kulit dapat mengalami kerusakan berat.
2.
Traksi skelet
Traksi skelet dipasang langsung pada
tulang. Metode traksi ini digunakan paling sering untuk menangani fraktur
femur, tibia, humerus dan tulang leher. Kadang- kadang skelet traksi bersifat
seimbang yang menyokong ekstermitas yang terkena, memungkinkan gerakan pasien
sampai batas- batas tertentu dan memungkinkan kemandirian pasien maupun asuh
keperawatan sementara traksi yang efektif tetap dipertahankan yang termasuk
skelet traksi adalah sebagai berikut (Smeltzer & Bare, 2001).
a.
Traksi rangka seimbang
Traksi rangka seimbang ini terutama
dipakai untuk merawat patah tulang pada korpus femoralis orng dewasa. Sekilas
pandangan traksi ini tampak komplek, tetapi sesunguhnya hanyalah satu pin
rangka yang ditempatkan tramversal melalui femur distal atau tibia proksimal.
Dipasang pancang traksi dan tali traksi utama dipasang pada pancang tersebut.
Ektermitas pasien ditempatkan dengan posisi panggul dan lutut membentuk sekitar
35° , kerekan primer disesuaikan sedemikian sehingga garis ketegangan koaksial
dengan sumbu longitudinal femur yang mengalami fraktur. Beban yang cukup berat
dipasang sedemikian rupa mencapai panjang normalnya. Paha penderita disokong
oleh alat parson yang dipasang pada bidai tomas alat parson dan ektermitas itu
sendiri dijulurkan dengan tali, kerekan dan beban yang sesuai sehingga kaki
tergantung bebas diudara. Dengan demikian pemeliharaan penderita ditempat tidur
sangat mudah. Bentuk traksi ini sangat berguna sekali untuk merawat berbagai
jenis fraktur femur. Seluruh bidai dapat diadduksi atau diabduksi untuk
memperbaiki deformitas angular pada bidang medle lateral fleksi panggul dan
lutut lebih besar atau lebih kecil memungkinkan perbaikan lateral posisi dan
angulasi alat banyak memiliki keuntungan antara lain traksi elefasi keaksial.
Longitudinal pada tulang panjang yang patah, ektermitas yang cidera mudah
dijangkau untuk pemeriksaan ulang status neuro vascular, dan untuk merawat luka
lokal serta mempermudah perawatan oleh perawat. Seperti bentuk traksi yang
mempergunakan pin rangka, pasien sebaiknya diperiksa setiap hari untuk
mengetahui adanya peradangan atau infeksi sepanjang pin, geseran atau pin yang
kendor dan pin telah tertarik dari tulang (Wilson, 1995 ).
b.
Traksi 90-90-90
Traksi 90-90-90 sangat berguna untuk
merawat anak- anak usia 3 tahun sampai dewasa muda. kontrol terhadap fragmen –
fragmen pada fraktur tulang femur hamper selalu memuaskan dengan traksi
90-90-90 penderita masih dapat bergerak dengan cukup bebas diatas tempat tidur
(Wilson, 1995 ).
Jenis-jenis traksi tulang
Traksi
tulang dengan menggunakan kerangka dari Bohler Braun pada fraktur orang dewasa
Thomas
splint dengan pegangan lutut atau alat traksi dari Pearson (gambar b.2).
Traksi
tulang pada olekranon, pada fraktur humerus (gambar b.3).
Traksi
yang digunakan pada tulang tengkorak misalnya Gradner Well Skull Calipers,
Indikasi penggunaan traksi tulang :
Apabila diperlukan traksi yang lebih berat dari 5 kg.
Traksi pada anak-anak yang lebih besar.
Pada
fraktur yang bersifat tidak stabil, oblik atau komunitif.
Fraktur-faktur tertentu pada daerah sendi.
Fraktur terbuka dengan luka yang sangat
jelek dimana fiksasi eksterna tidak dapat dilakukan.
Dipergunakan sebagai traksi langsung pada traksi yang sangat berat misalnya
dislokasi panggul yang lama sebagai persiapan terapi definitif.
Komplikasi traksi tulang :
Infeksi, misalnya infekis melalui kawat/pin yang digunakan.
Kegagalan penyambungan tulang (nonunion) akibat traksi yang berlebihan.
Luka
akibat tekanan misalnya Thomas splint pada tuberositas tibia.
Parese saraf akibat traksi yang berlebihan (overtraksi) atau bila pin
mengenai saraf.
Traksi harus dipasang dengan arah
lebih dari satu untuk mendapatkan garis tarikan yang diinginkan. Dengan cara
ini, bagian garis tarikan yang pertama berkontraksi terhadap garis tarikan
lainnya. Garis-garis tersebut dikenal sebagai vektor gaya. Resultanta adalah
gaya tarikan yang sebenarnya terletak di tempat diantara kedua garis tarikan tersebut.
Efek traksi yang dipasang harus dievaluasi dengan sinar X, dan mungkin
diperlukan penyesuaian. Bila otot dan jaringan lunak sudah rileks, berat yang
digunakan harus diganti untuk memperoleh gaya tarikan yang diinginkan.
Traksi lurus atau langsung memberikan
gaya tarikan dalam satu garis lurus dengan bagian tubuh berbaring di tempat
tidur. Traksi ektensi buck dan traksi pelvis merupakan contoh traksi lurus.
Traksi suspensi seimbang memberikan
dukungan pada ektermitas yang sakit diatas tempat tidur sehingga memungkinkan
mobilisasi pasien sampai batas tertentu yanpa terputus garis tarikan. Tarikan
dapat dilakukan pada kulit (traksi kulit) atau langsung kesekelet tubuh (traksi
skelet). Cara pemasangan ditentukan oleh tujuan traksi
Traksi dapat dipasang dengan tangan
(traksi manual). Ini merupakan traksi yang sangat sementara yang bisa digunakan
pada saat pemasangan gips, harus dipikirkan adanya kontraksi
Pada setiap pemasangan traksi, harus
dipikirkan adanya kontraksi adalah gaya yang bekerja dengan arah yang
berlawanan (hukum Newton III mengenai gerak, menyebutkan bahwa bila ada aksi
maka akan terjadi reaksi dengan besar yang sama namun arahnya yang berlawanan)
umumnya berat badan pasien dan pengaturan posisi tempat tidur mampu memberikan
kontraksi.
Walaupun hanya traksi untuk
ektermitas bawah yang dijelaskan secara terinci, tetapi semua prinsip-prinsip
ini berlaku untuk mengatasi patah tulang pada ektermitas atas.
Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang dengan agak cepat, terapi fisik harus dimulai segera agar dapat mengurangi keadaan ini.misalnya, seorang dengan patah tulang femur diharuskan memakai kruk untuk waktu yang lama. Rencana latihan untuk mempertahankan pergerakan ektermitas atas, dan untuk meningkatkan kekuatannya harus dimulai segera setelah cedera terjadinya (Wilson, 1995).
Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang dengan agak cepat, terapi fisik harus dimulai segera agar dapat mengurangi keadaan ini.misalnya, seorang dengan patah tulang femur diharuskan memakai kruk untuk waktu yang lama. Rencana latihan untuk mempertahankan pergerakan ektermitas atas, dan untuk meningkatkan kekuatannya harus dimulai segera setelah cedera terjadinya (Wilson, 1995).
Prinsip traksi efektif :
1.
Kontraksi harus dipertahankan agar traksi tetap efektif
2.
Traksi harus berkesinambungan agar reduksi dan imobilisasi fraktur
efektif.
3. Traksi
kulit pelvis dan serviks sering digunakan untuk mengurangi spasme otot dan
biasanya diberikan sebagai traksi intermiten.
4.
Traksi skelet tidak boleh terputus.
5. Pemberat
tidak boleh diambil kecuali bila traksi dimaksudkan intermiten. Setiap faktor
yang dapat mengurangi tarikan atau mengubah garis resultanta tarikan harus
dihilangkan.
6. Tubuh
pasien harus dalam keadaan sejajar dengan pusat tempat tidur ketika traksi
dipasang.
7.
Tali tidak boleh macet
8.
Pemberat harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat tidur atau
lantai
9.
Simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh katrol atau kaki
tempat tidur.
10.
Selalu dikontrol dengan sinar roentgen ( Brunner & suddarth,2001 ).
PRINSIP
PERAWATAN TRAKSI
1. Berikan
tindakan kenyamanan ( contoh: sering ubah posisi, pijatan punggung ) dan
aktivitas terapeutik
2.
Berikan obat sesuai indikasi contoh analgesik relaksan otot.
3.
Berikan pemanasan lokal sesuai indikasi.
4. Beri
penguatan pada balutan awal/ pengganti sesuai dengan indikasi, gunakan teknik
aseptic dengan tepat.
5.
Pertahankan linen klien tetap kering, bebas keriput.
6.
Anjurkan klien menggunakan pakaian katun longgar.
7. Dorong
klien untuk menggunakan manajemen stress, contoh: bimbingan imajinasi, nafas dalam.
8.
Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan
9.
Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh: edema,
eritema.
KOMPLIKASI
dan PENCEGAHAN
Pencegahan dan penatalaksanaan
komplikasi yang timbul pada klien terpasang traksi adalah sebagai berikut.
1.
Dekubitus
·
Periksa kulit dari adanya tanda tekanan dan lecet, kemudian berikan intervensi
awal untuk mengurangii tekanan.
·
Perubahan posisi dengan seing dan memakai alat pelindung kulit (missal
pelindung siku) sangat membantu perubahan posisi.
·
Konsultasikan penggunaan tempat tidur khusus untuk mencegah kerusakan kulit.
· Bila
sudah ada ulkus akibat tekanan, perawat harus konsultasi dengan dokter atau
ahli terapi enterostomal, mengenai penanganannya.
2.
Kongesti Paru dan Pneumonia
·
Auskultasi paru untuk mengetahui status pernapasan klien.
·
Ajarkan klien untuk napas dalam dan batuk efektif.
·
Konsultasikan dengan dokter mengenai penggunaan terapi khusus, misalnya
spirometri insentif, bila riwayat klien dan datadasar menunjukkan klien
beresiko tinggi mengalami komplikasi pernapasan.
· Bila
telah terjadi masalah pernapasan, perlu diberikan sesuai order.
3.
Konstipasi dan Anoreksia
· Diet
tinggi serat dan tinggi cairan dapat membantu merangsang motilitas gaster.
· Bila
telah terjadi konstipasi, konsultasikan dengan dokter mengenai penggunaan
pelunak tinja, laksatif, supositoria, dan enema.
· Kaji
dan catat makanan yang disukai klien dan masukkan dalam program diet sesuai
kebutuhan.
4.
Stasis dan Infeksi Saluran Kemih
·
Pantau masukan dan keluaran berkemih.
·
Anjurkan dan ajarkan klien untuk minum dalam jumlah yang cukup, dan berkemih
tiap dua sampai tiga jam sekali.
· Bila
tampak tanda dan gejala terjadi infeksi saluran kemih, konsultasikan dengan
dokter untuk menanganinya.
5.
Trombosis Vena Profunda
·
Ajarkan klien untuk latihan tumit dan kaki dalam batas traksi.
·
Dorong untuk minum yang banyak untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi
yang menyertainya, yang akan menyebabkan stasis.
·
Pantau klien dari adanya tanda-tanda trombosis vena dalam dan melaporkannya
kedokter untuk menentukan evaluasi dan terapi.
b. Pencegahan Injury dengan Latihan aktif
Definisi ROM
Latihan range of motion (ROM) adalah
latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat
kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk
meningkatkan massa otot dan tonus otot dan sebagai dasar untuk menetapkan
adanya kelainan ataupun untuk menyatakan batas gerakan sendi yang abnormal
Jenis ROM
ROM Pasif
Latihan ROM pasif adalah latihan ROM
yang di lakukan pasien dengan bantuan perawat setiap-setiap gerakan. Indikasi
latihan fasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan
keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua latihan
rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan
paralisis ekstermitas total (suratun, dkk, 2008). Rentang gerak pasif ini
berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan
otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki
pasien.
ROM Aktif
Latihan ROM aktif adalah Perawat
memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendi
secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal. Hal ini untuk melatih
kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya
secara aktif
Pergerakan aktif adalah dimana seseorang yang bisa
untuk melakukan latihan / menggerakan anggota tubuh dengan kekuatannya sendiri
tanpa dibantu oleh orang lain.
Tujuan
1. Mencegah
terjadinya kelumpuhan pada otot – otot.
2. Memprlancar
predaran darah.
3. Mencegah
terjadinya atrofi.
4. Untuk
mendorong dan membantu agar pasien dapat menggunakan lagi anggota gerak yang
lumpuh.
Macam – macam Pergerakan
1. Latihan
aktif dengan bantuan
Seseorang melakukan gerakan
secara disadari / mengikuti aba – aba dan terapis memberi bantuan.
2. Latihan
aktif bebas
Seseorang menggerakan anggota tubuh yang dilatih
dengan kekuatan sendiri tanpa bantuan.
3. Latihan
aktif dengan beban / tahanan
Pasien menggerakan anggota tubuh yang dilatih dngan
kekuatan sendiri ditambah melawan beban.
Indikasi
1. Pada pasien
sehabis operasi.
2. Pada kondisi
sehabis fraktur.
3. Pada kondisi
kelemahan otot.
4. Pada kondisi
stroke.
Tekhnik aplikasi
1.
Posisi yang
enak, relaks dan stabil dengan ruang gerak yang mencukupi.
2.
Pemberian
beban gerakan / bantuan yang optimal.
3. Di Usahakan pasien bias
mengerjakan sendiri dengan alat.
ROM aktif post operasi fraktur femur
Pasien yang telah dilakukan operasi
fraktur femur seringkali dapat menimbulkan permasalahan adanya luka operasi
pada jaringan lunak dapat menyebabkan proses radang akut dan adanya oedema dan
fibrosis pada otot sekitar sendi yang mengakibatkan keterbatasan gerak sendi
terdekat.
Latihan rentang gerak sendi
merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah operasi fraktur
femur, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang di perlukan untuk
pempercepat proses penyembuhan. Keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan
yang keliru tentang pergerakan pasien setelah operasi. Banyak pasien yang tidak
berani mengerakan tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka
operasinya lama sembuh. pandangan yang seperti ini jelas keliru karena justru
jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih cepat
merangsang peristaltik usus sehingga pasien cepat platus, menghindarkan
penumpukan lendir pada saluran pernapasan dan terhindar dari kontraktur sendi,
memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan dekubitus. Menurut
Garrison, (2002) Pedoman perawatan pasca bedah fraktur femur Sering kali di
perlukan intervensi bedah ORIF dengan mengunakan sekrup dan plate pada hari ke
2-3 latihan aktif (ROM) yang di bantu dapat dimulai dari bidang anatomi yang
normal, pada hari ke 4 berjalanlah pada cara berjalan tiga titik dengankruk
axilla pembantu berjalan standar dan kemudian penahan berat badan sesuai
toleransi
Latihan aktif anggota gerak atas dan bawah
- Latihan I
1) Angkat tangan yang
kontraktur menggunakan tangan yang sehat ke atas
2) Letakan kedua tangan
diatas kepala
3) Kembalikan tangan ke
posisi semula
- Latihan II
1) Angkat tangan yang
kontraktur melewati dada ke arah tangan yang sehat
2) Kembalikan ke posisi
semula
- Latihan III
1) Angkat tangan yang
lemah menggunakan tangan yang sehat ke atas
2) Kembalikan ke posisi
semula.
- Latihan IV
1) Tekuk siku yang
kontraktur mengunakan tangan yang sehat
2) Luruskan siku kemudian
angkat ketas
3) Letakan kembali
tangan yang kontraktur ditempat tidur.
- Latihan V
1) Pegang pergelangan tangan yang kontraktur
mengunakan tangan yang sehat angkat keatas dada
2) Putar pengelangan
tangan ke arah dalam dan ke arah luar.
- Latihan VI
1) Tekuk jari-jari yang kontraktur dengan
tangan yang sehat
kemudian luruskan
2) Putar ibu jari yang
lemah mengunakan tangan yang sehat
- Latihan VII
1) Letakan kaki yang seht dibawah yang
kontraktur
2) Turunkan kaki yang sehat sehingga punggung
kaki yang sehat
dibawah pergelangan kaki yang
kontraktur
3) Angkat kedua kaki ke atas dengan bantuan kaki
yang sehat,
kemudian turunkan pelan-pelan.
- Latihan VIII
1) Angkat kaki yang
kontraktur mengunakan kaki yang sehat ke atas
sekitar 3 cm
2) Ayunkan kedua kaki sejauh mungkin kearah
satu sisi kemudian ke sisi yang satunya lagi
3) Kembali ke posisi
semula dan ulang sekali lagi
- Latihan IX
1) Anjurkan pasien untuk menekuk lututnya,
bantu pegang pada lutut yang kontraktur dengan tangan Satu
2) Dengan tangan lainnya
penolong memegang pingang pasien
3) Anjurkan pasien untuk
memegang bokongnya
4) Kembali keposisi
semula dan ulangi sekali lagi
Gerak gerakan ROM
1. Leher, spina, serfikal
Fleksi : Menggerakan dagu menempel
ke dada, rentang 45°
Ekstensi : Mengembalikan kepala ke
posisi tegak, rentang 45°
Hiperektensi : Menekuk kepala ke
belakang sejauh mungkin, rentang 40-45°
Fleksi lateral : Memiringkan kepala
sejauh mungkin sejauh mungkin kearah
setiap bahu, rentang 40-45°
Rotasi : Memutar kepala sejauh
mungkin dalam gerakan sirkuler,
rentang 180° Ulangi gerakan
berturut-turut sebanyak 4 kali.
2. Bahu
Fleksi : Menaikan lengan dari posisi
di samping tubuh ke depan ke
posisi di atas kepala, rentang 180°
Ekstensi : Mengembalikan lengan ke
posisi di samping tubuh, rentang 180°
Hiperektensi : Mengerkan lengan
kebelakang tubuh, siku tetap lurus, rentang 45-60°
Abduksi : Menaikan lengan ke posisi
samping di atas kepala dengan
telapak tangan jauh dari kepala,
rentang 180°
Adduksi : Menurunkan lengan ke
samping dan menyilang tubuh
sejauh mungkin, rentang 320°
Rotasi dalam : Dengan siku pleksi,
memutar bahu dengan menggerakan lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam dan
ke belakang, rentang 90°
Rotasi luar : Dengan siku fleksi,
menggerakan lengan sampai ibu jari ke atas dan samping kepala, rentang 90°
Sirkumduksi : Menggerakan lengan
dengan lingkaran penuh, rentang 360°
Ulang gerakan berturut-turut
sebanyak 4 kali.
3. Siku
Fleksi : Menggerakkan siku sehingga
lengan bahu bergerak ke depan
sendi bahu dan tangan sejajar bahu,
rentang 150°
Ektensi : Meluruskan siku dengan
menurunkan tangan, rentang 150°
4. Lengan bawah
Supinasi : Memutar lengan bawah dan
tangan sehingga telapak tangan
menghadap ke atas, rentang 70-90°
Pronasi : Memutar lengan bawah
sehingga telapak tangan menghadap ke
bawah, rentang 70-90°
Ulang gerakan berturut-turut
sebanyak 4 kali.
5. Pergelangan tangan
Fleksi : Menggerakan telapak tangan
ke sisi bagian dalam lengan
bawah, rentang 80-90°
Ekstensi : Mengerakan jari-jari
tangan sehingga jari-jari, tangan, lengan
bawah berada dalam arah yang sama,
rentang 80-90°
Hiperekstensi : Membawa permukaan
tangan dorsal ke belakang sejauh
mungkin, rentang 89-90°
Abduksi : Menekuk pergelangan tangan
miring ke ibu jari, rentang 30°
Adduksi : Menekuk pergelangan tangan
miring ke arah lima jari, rentang 30-50°
Ulang gerakan berturut-turut
sebanyak 4 kali.
6. Jari- jari tangan
Fleksi : Membuat genggaman, rentang
90°
Ekstensi : Meluruskan jari-jari
tangan, rentang 90°
Hiperekstensi : Menggerakan
jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin,
rentang 30-60°
Abduksi : Mereggangkan jari-jari
tangan yang satu dengan yang lain,
rentang 30°
Adduksi : Merapatkan kembali
jari-jari tangan, rentang 30°
Ulang gerakan berturut-turut
sebanyak 4 kali.
7. Ibu jari
Fleksi : Mengerakan ibu jari
menyilang permukaan telapak tangan,
rentang 90°
Ekstensi : menggerakan ibu jari
lurus menjauh dari tangan, rentang 90°
Abduksi : Menjauhkan ibu jari ke
samping, rentang 30°
Adduksi : Mengerakan ibu jari ke
depan tangan, rentang 30°
Oposisi : Menyentuhkan ibu jari ke
setiap jari-jari tangan pada tangan yang sama
Ulang gerakan berturut-turut
sebanyak 4 kali.
8. Pinggul
Fleksi : Mengerakan tungkai ke depan
dan atas, rentang 90-120°
Ekstensi : Menggerakan kembali ke
samping tungkai yang lain, rentang 90-120°
Hiperekstensi : Mengerakan tungkai
ke belakang tubuh, rentang 30-50°
Abduksi : Menggerakan tungkai ke
samping menjauhi tubuh, rentang 30-50°
Adduksi : Mengerakan tungkai kembali
ke posisi media dan melebihi
jika mungkin, rentang 30-50°
Rotasi dalam : Memutar kaki dan
tungkai ke arah tungkai lain, rentang 90°
Rotasi luar : Memutar kaki dan
tungkai menjauhi tungkai lain, rentang 90°
Sirkumduksi : Menggerakan tungkai melingkar
Sirkumduksi : Menggerakan tungkai melingkar
Ulang gerakan berturut-turut
sebanyak 4 kali.
9. Lutut
Fleksi : Mengerakan tumit ke arah
belakang paha, rentang 120-130°
Ekstensi : Mengembalikan tungkai
kelantai, rentang 120-130°
Ulang gerakan berturut-turut
sebanyak 4 kali.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Umumnya penanganan fraktur dibagi 2
macam, yaitu; secara konservatif (penanganan tanpa pembedahan) dan operatif
meliputi operasi ORIF dan OREF. maka dilakukan penatalaksanaan untuk mencegah
infeksi dan injury pada oref (Open Reduction External Fixation) pada fraktur
dengan cara Perawatan luka merupakan tindakan keperawatan yaitu
berupa mengganti balutan dan membersihkan luka baik pada luka yang bersih
maupun luka yang kotor untuk mencegah infeksi. Dan untuk mencegah injury dalam
penatalaksanaan dilakukan dengan traksi dan latihan aktif
3.2 Saran
Penulis menyarankan kepada pembaca
khususnya mahasiswa keperawatan agar dapat memahami konsep pencegahan infeksi
dan injury pada OREF maupun penatalaksanaanya baik medis maupun dari sisi
perawatannya. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan kinerja dan kualitas
perawat di indonesia dalam menangani berbagai kasus penyakit dalam upaya
meningkatkan pelayanan kesehatan sehingga tercapainya visi indonesia sehat
2015.
Daftar Pustaka
Lukman dan Ningsih, Nurna. 2009. Asuhan
Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta
: Salemba Medika.